Gysber Jan Tamaela, nama yang sudah saya kenal sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Biasanya saya, dan teman-teman yang lain, memanggilnya Gys (baca: Heis). Seandainya masih hidup, saya yakin Gys memiliki prospek yang sangat bagus. Namun yang lebih penting lagi, dia akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk membaktikan hidup bagi tanah kelahirannya, Maluku. Selama puluhan tahun saya mengenal Gys, semangat itulah yang selalu hidup di dalam dirinya. Setiap kali kami berdua berbincang-bincang, Gys selalu tampak bersemangat saat berbicara mengenai pentingnya membangun Maluku. Bahkan, Gys seringkali mengaitkan berbagai topik pembicaraan kami dengan tanah kelahiran yang dicintainya. Dalam keyakinan saya, inilah jalan yang dipilih Gys sebagai panggilan hidupnya. Sampai akhir hayatnya, Gys membaktikan diri sebagai seorang dosen di Universitas Pattimura. Dan sebagai orang yang mengenal Gys selama puluhan tahun, saya berani mengatakan bahwa pilihan tersebut (menjadi dosen) sangat terkait dengan kayakinannya bahwa pembangunan harus dimulai dari dunia pendidikan.