Beril Huliselan
(Jakarta, 2006)
Idividual and community identities are located in tension between
belonging and difference,historically, culturally, and religiously.
Pernyataan ini diuangkapkan oleh Cliver Erricker dan Jane Erricker pada saat mereka mencoba melukiskan tantangan spiritual dalam dunia kontemporer, di mana istilah belonging dan diffrence mendapat tempat dalam penelusuran mereka. Setiap individu memiliki kebutuhan untuk menemukan tempatnya di dalam masyarakat (belonging), di mana sense of solidarity, trust, and obligation dibangun. Sebuah kebutuhan yang dipandang menjadi pijakan penting bagi spiritualitas, sebagaimana diungkapkan Cliver dan Jane Erricker: “To speak of belonging is to evoke a sense of the spiritual”. Masyarakat yang dibahas oleh Clive dan Jane Erricker adalah masyarakat yang diposisikan secara partikular. Hal ini berarti, apa yang disebut Clive dan Jane Erricker sebagai sense of solidarity, trust, and obligation pada dasarnya terajut dalam partikularitas sosio-kultural tertentu di mana setiap individu mengambil bagian di dalamnya (belonging). Oleh karena itu, apa yang disebut spiritualitas dengan sendirinya terajutan dalam partikularitas sosio-kultural. Hal ini membawa Clive dan Jane Erricker sampai pada pemikiran: “Spirituality does not lie in some nether region of transcendental deliverance but must be grappled with in the politics of this world”. Penekanan yang dilakukan oleh Clive dan Jane Erricker tampaknya penting untuk diperhatikan, mengingat semangat pencerahan abad 18 yang berkembang di Eropa menghasilkan diferensiasi terhadap berbagai aspek kehidupan sosio-kultural (ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, agama dan sebagainya); dalam konteks ini, agama diposisikan ke dalam private sphere of life. Kecenderungan ini berjalan dalam semangat untuk menemukan spesifikasi dari berbagai aspek tersebut; setiap aspek dipandang memiliki esensinya tersendiri. Semangat seperti ini ikut mempengaruhi penelusuran terhadap agama, karena itu berkembang obsesi intelektual untuk menemukan spesifikasi (esensi) dari agama; agama tidak lebih dari sebuah feature dalam kehidupan sosio-kultural. Dalam pengamatan Jeremy Carrette dan Richard King, kecenderungan ini, terkait dengan persoalan spiritualitas, memiliki kelemahan yang akut: “The desire to attribute a universal essence to the meaning of spirituality also ignores the historical and cultural traces and differences in the uses of the term. Searching for an overarching definition of 'spirituality' only ends up missing the specific historical location of each use of the term. There is no view from nowhere - no Archimedian point outside of history - from which one could determine a fixed and universal meaning for the term 'spirituality'”.