Menanti Proklamasi

Jakarta, Mei 2006


Saat itu hari sudah siang, jam tangan saya sudah menunjukan pkl. 12.30. Cuaca tampak tidak cerah, bahkan suasana mendung sudah mulai menyelimuti Jakarta. Dan memang demikian, tidak lama kemudian Jakarta diguyur hujan yang deras. Saat itu saya sedang berjalan mencari tempat untuk makan siang, maklum sudah tengah hari dan perut sama sekali belum diisi. Namun karena hujan, saya terpaksan harus mencari tempat berteduh. Akhirnya saya menemukan pos polisi dan saya putuskan untuk berteduh ditempat itu. Di tengah hujan yang mengguyur Jakarta, saya melihat seorang ibu yang sedang menggendong anaknya, mungkin berusia sekitar 2-3 tahun. Ibu itu tampak letih, namun - dengan baju yang sudah tampak kusam - dia tetap menggendong anaknya di tengah hujan sambil memegang barang bawaan yang diisi di dalam box (kardus) super mie. Jalannya tampak tergesa-gesa karena harus mengejar bus kota. Bajunya pun sudah tampak basah, demikian juga dengan anak yang digendongnya. Entah kenapa, tiba-tiba saya teringat anak saya yang sedang asik bermain di rumah. Sementara di pihak lain, saya harus melihat seorang anak kecil yang sedang kehujanan dalam pelukan ibunya, sementara sang ibu tampak tergopoh-gopoh mengejar bus kota sambil membawa barang bawaan seadanya. Lalu di depan saya, anak-anak kecil – yang seharusnya berada di bangku sekolah - berlari hilir-mudik menawarkan payung sewaan bagi orang-orang yang kehujanan.


Hampir 61 tahun bangsa ini merdeka, tapi cuma ini buah kemerdekaan yang bisa dipetik oleh rakyat Indonesia: kemiskinan, putus sekolah, kekurangan gizi, busung lapar, pengangguran, pembunuhan, dan tiba-tiba saya berkeluh kesah di dalam hati: "Ya Bapa, kenapa Engkau meninggalkan kami?"

******************